Senin, 21 Maret 2016

My simple poems

TITANIUM
Berjuta peluru menghantam tubuh
Menembus kulit yang tak setebal baja
Menyentu tulang yang kian semakin kerontang, namun
Aku masi bisa berdiri tegak
Aku kuat,
Aku tak merasakan luka apalagi perih
Aku bisa,
Aku bisa menghadapi semuanya
Aku bisa melawan meraka
Karena Tuhan tahu
Aku adalah titanium
Yogyakarta, 09 Januari 2016.
GADIS LUGU
Aku berdiri bisu menatap wajah gadis lugu itu
Perlahan aku paksa kaki mendekatinya
Tanpa tanya aku terus melangkah
Hingga sampai di tepi kesendiriannya
Dilemparlah senyum manis lepas kepadaku
Begitu menawan tak berbalut kecacatan
Tertahan langkahku seketika
Menahan gejolak indah akan lesung pipinya
Aku bertanya pada alam sadar,
Kenapa aku tak bisa meraihnya?
Ada apa?
Jangan-jangan aku telah kalah
Yogyakarta, 8 Januari 2016.
BERSETUBUH WAKTU
Di matanya bintang tenggelam
Mencari hakikat cinta suci dalam suci
Memecah batu-batu yang menjelma nisan dalam aku
Oh malam, kan ku genggam jasadmu
kan ku antar kau pada bintang yang bertapa
di antara denyut nadi dan detak jantung
Di matanya bintang tenggelam
Beberapa cahaya melintas
Cinta bersetubuh menunggangi waktu di ruas tulang-tulang
Mencari keganjilan yang tak kutemukan
Dalam tutus cinta suci abadi
Yogyakarta, 6 Januari 2016
RINDU HARI KEMARIN
perjalan hari kemarin benar-benar membekaskan cerita, namun
aku resah telah mengalaminya
aku takut pula telah menjumpainya
takut, takut esok aku mudah melupakanya
perjalanan hari kemarin benar-benar membekaskan cerita, namun
aku tak kuasa menahan canda
aku tak berdaya pula menahan tawa
bahagia, bahagia melepas penat beserta canda dan tawa bersama
perjalanan hari kemarin benar-benar membekaskan cerita, namun
aku bingung untuk menulisnya
aku bingung pula untuk merangkainya
bingung, bingung mengungkapkan dengan kata-kata apa
perjalanan hari kemarin benar-benar membekaskan cerita, namun
aku ingin mengulanginya
aku ingin pula menjumpainya kembali
ingin, ingin membebaskan luka dan derita bersama
.Yogyaka, 2 Januari 2016.
MATA-HATI-LUKA
Mata telanjang terus menari tak ada henti, pasti
Menelanjangi kata demi kata wacana
Menerkam sepih baris-baris keheningan kalimat
Menelusuri sunyi yang tercipta dari bait-bait paragraf
Menukil faham atas kebodohan jiwa dan raga
Mata telanjang terus menari tak ada henti, pasti
Melihat dunia hari demi hari termakan usia, tua
Merekam para penguasa berebut tahta jabatan
Menghalalkan segala cara untuk meraihnya, meski
Menindas manusia tak peduli apa, entah
Mata telanjang terus menari tak ada henti, pasti
Sampai raga dan jiwa terpisah, mati
.
Yogyakarta, 28 Desember 2015.
PUISI BERDEBU
Ku pungut puing-puing puisi berdebu itu
telanjang tangan guna memungutnya
lalu biarkan keheningan malam
Memprotes pahitnya penyesalan
Yogyakarta, 15 Desember 2015.
KEGILAAN DI SAAT MALAM
Malam,
Bunuh lah rasa ini bersama sunyi yang kau tebar di setiap sudut kota
Lampiaskan amarahmu pada tubuh benalu ini
Sampaikan pada bulan bahwa aku merindukan purnamanya
Tebarlah bintangmu
Malam,
Jangan kau terus dustai dunia ini dengan sandiwara kegelapanmu
Malam,
Sentuhan anginmu melumpuhkan jiwa
Menanggung luka ditindih asmara buta
Sampai kapan kau akan asingkan raga ini
dengan taka-teki kegelapanmu,
Malam,
Pernahkah kau peduli akan hati beku ini
Di setiap detik mengeras bagai batu-batu bisu
Padamu malam,
Aku menyeruak perih atas luka
Sudahi malam, sudahi
Sudahi kegilaanmu akan jiwa sakit ini
Yogyakarta, 5 Desember 2015
KEPADA PUISI
Kau adalah mata
Dan aku adalah air matamu
Yogyakarta, 5 Desember 2015


LUKA
Ku petik bahasa mendung sebelum benar-benar hujan
Entah putih atau hitam awan
Ku telanjangi kata demi kata
Lalu ku rangkai di atas luka, abadi
Luka yang kau ukir di tubuh benalu ini
Membekaskan perih bagai luka api;
Membusuk penuh misteri
Menunggu mati menghampiri
Menantang takdir atas luka ini
Yogyakarta, 5 Desember 2015
SEJENGKAL MIMPI
Teruslah berlari mengejar mimpimu
Menggenggam bara melepas ragu
Bahwa yakin merayap pun kamu mampu
Hingga sampai cemoohan itu
Menjadi tepuk telanjang haru
Yogyakarta, 27 November 2015
MUSYANG (MUSYAWARAH ANGGGOTA)
Embun pagi berselimut kabut
Sinar lembut mentari menyambut
Palu bisu masi gagah stand by di atas ragu
Menunggu perintah atas tangan tertentu
Diayunkanlah palu itu membentur kayu
Menghasilkan bunyi penuh dengan arti ambigu
Seketika alam mencekam dipadati ambisi argumentasi
Gigi-gigi putih tersenyum sinis kualifikasi
Patah-mematahkan dengan argumen rasionalilasi
Terlahirlah opsi demi opsi ditawarkan melayang bebas
Menerjang dan menenggelamkan waktu ganas
Sedikit sepakat merayap luas
Tapi tetap, hasil fouting akhirlah lebih bijak dari semuanya
Yogyakarta, 28 November 2015
AMNESIA
Inginku lupa akan sayap harapan ini
Melupakan hangatnya peluk sentuhan jemari
Melupakan keindahan langit biru nan menawan
Membiarkan lupa akan derita rasa
Membiarkan lupa akan sakit jiwa
Malampun tergantikan siang
Merekam jejak sang pendosa berpijak
Meneteskan air mata yang mampu menggugah jiwa
Disaat hambar menari lincah merasuk alam sadar
Entah bergegas atau tinggal diam
Semua itu inginku sirna
Terpendam jauh di dasar neraka
Inginku bebas tanpa sekat
Mengepakan sayap mengutari luasnya samudera
Menemukan cahaya pendobrak hati gelap
Pengisi ruang kosong amnesia
Yogyakarta, 26 November 2015
SEJENGKAL RINDU TENGGELAM
Sore menjelang kedatangan malam
Dunia kembali menampakkan keindahan
Lewat senja merah sekilas melintas
Yang kini berkemas dalam kegelapan malam
Senyumu melekat menuntun mulut bertanya!
Akankah malam nanti
Kata-kata itu pasti lahir kembali
Mengisi ruang-ruang kosong dalam benak semesta
Di waktu lapar menyakitkan
Kekosongan itu lahir kembali
Mengusik malam-malam
Entah karena engkau kuiyakan diam dalam diri
Atau karena rindu ini memang benar-benar menenggelamkan rasa
Yogyakarta, 23 november 2015

0 komentar:

Posting Komentar

 

The Secret Books Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo