Kamis, 24 Maret 2016

Buku berdebu

BUKU BERDEBU
Kategori: Cerpen
Oleh: Anton Wijaya
Berjejer buku-buku penuh dengan debu di atas rak dan lemari buku. Posisi mereka tegak, menyamping, berhimpit-himpitan mesra dan sangatlah rapih. Alangkah hebatnya mereka. Mereka semua mempunyai karakteristik keilmuwannya masing-masing, berbagai corak perbedaannya mereka bisa terlihat jelas dengan menggunakan kasap mata telanjang, seperti halnya dari segi judul buku, variasi cover, warna, model tulisan, jumlah halaman, tebal buku, pengarang yang berbeda, namun ada juga, dengan judul buku yang berbeda akan tetapi tetap dalam satu pengarang. Itulah semua ragam dari buku, begitu berbeda tetapi sangatlah menarik untuk dapat memilikinya. Seperti halnya pelangi, dengan menampakkan warna-warninya yang berbeda, maka ia akan menghasilkan keindahan yang tiadatara kepada dunia.
Riri adalah anak semata wayang dari pasangan ayah dan ibu yang sangat berbahagia, hidup mereka serba berkecukupan. Riri adalah anak yang paling berbeda jika dibandingkan dengan teman-teman yang sebayanya, karena Riri adalah anak yang paling pendiam, penurut, suka menabung dan rajin membeli buku, namun, ia tidak suka membacanya. Meskipun Orang tua Riri adalah orang kaya, tetapi Riri tidak pernah meminta uang hingga berlebihan kepada Orang tuanya, walaupun uang tersebut untuk membeli buku ataupun membeli suatu yang lainnya.
Pada tanggal 23 Agustus 2015, Orang tua Riri kedapatan harus bertugas keluar kota, Ibu dan Ayahnya Riri, kebetulan bekerja pada sebuah perusahaan yang sama, jadi tanpa pengecualian mereka akan meninggalkan Riri sendirian di rumah. Pada pukul 22:30 Wib, Riri hanya seorang diri di dalam kamar tidurnya, meski Riri mempunyai rumah yang cukup mewah dan juga besar, tetapi orang tua Riri tidak mau memperkerjakan orang lain untuk dijadikan sebagai pembantu rumah tangganya, karena orang tua Riri pikir, selagi kita mampu maka kita tidak boleh memanjajakan tubuh kita dengan menyuruh-nyuruh orang lain.
Serentak tubuh Riri gemetar, tiba-tiba terdengar suara aneh yang tidak diketahui dari mana asal sumbernya;
'' Tuanku Riri, aku di sini''.
''Hah, seperti ada suara'', ucap Riri dengan wajah seribu tanda tanya besar?.
Sedari tadi mata telanjangnya Rini tak ada henti-hentinya menggerilya, terus-menerus menelusuri dari mana sumber suara itu berasal?, Sedangkan keheningan malam, memaksa Riri untuk menyalahkan lampu senter sebagai alat penerang, yang kebetulan posisi senter tersebut terletak di bawah meja belajarnya.
''Bacalah, bacalah aku wahai tuanku, jangan sombong, ilmumu belum seberapa'', suara itu kembali terdengar oleh Riri yang ke dua kalinya.
''Siapa itu?, siapa yah, please dong jangan bikin aku takut, kamu siapa?'', kembali Riri mengucap dengan nada yang tergesa-gesa akibat ketakutan.
''Benar-benar sial malam ini, udah mah aku sendirian di rumah, di luar hujan pula, listrik pake mati segala'', dalam hatinya Riri terus menggerutu.
Suara itu tiba-tiba muncul yang ke tiga kalinya,
'' Wahai tuanku ambilah aku, dan manjakanlah aku dengan belaian jari-jari lentikmu, aku rela diserap tuntas keilmuanku, aku rela pula ditelanjangi setiap hari oleh mu tuan''.
Seluruh anggota tubuh Riri semakin menjadi, tubuhnya gemetar, dan mulutnya seakan tak bisa mengucap satu kata pun. Dan dalam hati Riri berucap, '' ada apa dengan semua ini, kok aku gemetar, mulutku susah mengucap''.
Suara guntur diluar rumah seolah tak ada ujung hentinya, semakin lama semakin mengglegar buas, guntur seakan bekerja sama dengan petir untuk menghujat kesunyiannya malam, dan rintikan air hujan pun yang menjatuhi genting ikut berpartisipasi dalam menggaduhkan suasana.
''Mengapa aku selalu ditelantarkan oleh tuan, mengapa tuan memperlakukan aku seperti ini, tuan hanya menganggap aku sebatas tulisan saja, tuan jahat, tuan tidak pernah mengajakku untuk berdialog''.
Ke empat kalinya Riri mendengar dengan jelas suara itu seperti memanggil-manggil majikannya.
'' Please jangan ganggu aku, aku mohon, aku minta maaf, jika aku punya salah sama kamu, yang kamu maksud tuan itu, tuan siapa'', ucap Riri dengan nada penuh isak.
Tapi pertanyaan yang dilayangkan oleh Riri itu, entah kemana hanyutnya, tak ada jawaban ataupun tanda-tanda akan direspon.
''Andai tuan rawat aku dengan penuh kelembutan tangan, tuan kecup aku dengan bibir sexy tuan, tuan rabah dan setubuhi aku dengan analisis tuan'', Niscaya,'' aku akan akan melahirkan keilmuan baru tuan''.
''Nasibku benar-benar malang tuan, aku dibikin oleh orang, kemudian aku dijual belikan, dan aku dibeli oleh tuan layaknya wanita jalang ataupun lelaki hidung belang, meski aku tak mempunyai jenis kelamin, tapi aku mempunyai perasaan tuan, aku ingin tuan mengajakku bercumbu, bercanda riah, aku ingin semua itu tuan'',
''Apa aku dianggap seperti halnya benda keramat oleh tuan; apa gara-gara bentuk coverku besar dan tubuhku begitu tebal, sehingga aku selalu dihindari, tuan jahat, tuan begitu tegah''.
Hujan, guntur, dan petir, kini telah berpulang ke tempat asalnya, berubah menjadi kedamaian alam beserta cahaya sinar yang menyongsong dari bibir bumi sebelah timur, begitu gemulai dan juga menghangatkan tubuh.
Dering alarm kini mulai menghantam keheningan gigil pagi, Riri pun terbangun dari tidur lelapnya. ''Ternyata aku hanya bermimpi'', ucap Riri dengan nada serak-serak basah layaknya seorang artis yang baru selesai manggung musik rock. '' Aku baru sadar, selama ini, berapa banyak buku yang sudah aku beli, tapi mengapa aku hanya menyimpannya rapat-rapat di dalam lemari maupun rak, aku tidak pernah sesekali pun membacanya'', ucap Riri dengan nada penuh sesal.
'' Hari ini aku harus rajin membaca buku, biar aku jadi anak yang pintar dan biar aku tidak diteror lagi oleh suara-suara aneh itu''.
Mulai dari situlah, akhirnya Riri berjanji pada diri sendiri agar selalu rajin membaca buku smile emotikon .
Terima kasih sudah menengok tulisan ini.
.

Yogyakarta, 18 Januari 2016

0 komentar:

Posting Komentar

 

The Secret Books Copyright © 2010 | Designed by: compartidisimo