FILSAFAT
SEBAGAI DASAR DALAM BERARGUMEN
Di
dalam dunia filsafat kita sering mendengar istilah mother of science bahwasannya filsafat adalah induk segenap ilmu
pengetahuan yang kemudian melahirkan
keilmuan-keilmuan lainnya. Seseorang dapat dikatakan berfikir secara filsafat
jika dalam berargumen terdapat karakteristik pemikiran yang sistematis,
rasional, universal, radikal dan metodis. Filsafat juga terkenal dengan istilah
seni dalam mengajukan pertanyaan. Seperti apa yang pernah dilakukan oleh
filsuf-filsuf terdahulu kita, salah satu di antaranya ialah Socrates. Socrates
selalu menggunakan metode bertanya kepada orang-orang yang hidup pada masa itu
dalam mencari kebenaran. Bentuk dari pertanyaannya sangatlah simple tetapi
tidak mudah untuk menjawabnya, contohnya who are you? Atau dalam bahasa
Indonesianya ialah siapa anda?. Memang tidaklah mudah untuk dapat menjawab
secara filsafati . Tetapi banyak para filosof yang telah mengajarkan kepada
kita bagaimana caranya untuk berfilsafat. Di dalam hal ini ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan untuk membangun sebuah argumentasi yang sesuai dengan
karakteristik pemikiran filsafat diantarannya ialah:
Pertama,
sistematis merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menjemput kejelasan
dalam berargumen. Seperti apa yang dikatakan di atas, berfikir secara filsafat
harus tersistematis, terkadang seseorang bisa dikatakan lemah dalam berargumen
akibat metode yang digunakan tidak layaknya seperti hal tersebut. Oleh karena
itu untuk mencapai sebuah argumen yang bagus maka diperlukan suatu analisis
yang tajam mengenai masalah atau wacana dengan menggunakan sudut pandang yang
universal atau bisa dikatakan tidak hanya memandang suatu objek dalam satu sisi
saja. Menelaah problem atau diskursus dengan penuh kebijaksanaan artinya
mencari sumber-sumber referensi yang ada relevansinya dengan hal tersebut untuk
dijadikan sebagai penguat argumentasi. Kemudian di dalam berargumen seseorang harus
bisa memanjakan bahasa atau dalam bahasa ilmiahnya adalah retorika. Karena
retorika sendiri merupakan suatu seni dalam berbicara. Seperti apa yang di
katakan oleh salah satu seorang filsuf modern yakni Martin Luther. Beliau berpendapat, “siapa
yang pandai dalam berbicara adalah seorang manusia; sebab berbicara adalah
kebijaksanaan; dan kebijaksanaan adalah berbicara”. Karena dalam bahasa
popular, retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas
cara yang lebih efektif, mengucap kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan.
Itu berarti seseorang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas
supaya dimengerti; singkat untuk mengefektifkan waktu dan tanda kejeniusan; dan
efektif karena apa gunanya kalau berbicara tidak membawa efek. Tidak jarang
juga kita jumpai Jika seseorang dalam berargumen terlalu banyak berbasa-basi
tetapi tidak sampai pada poin apa yang ditujuh, maka dari itu untuk menghindari
hal yang sedemikian rupa seseorang harus mempunyai keyword untuk dijadikan sebagai acuan poin-poin dalam
berargumentasi agar tidak keluar batas dalam pembahasan dan tentunya relevansi
antara poin pertama dan yang seterusnya.
Kedua,
rasionalitas merupakan berfikir secara logis atau bisa diterima oleh akal budi
manusia. Meskipun pada kenyataannya banyak pemikiran filsafat yang di mulai
dari spekulatif kemudian menjadi hal yang masuk akal. Di dalam berfikir secara
rasionalitas seseorang akan menggunakan metode deduktif dan induktif. Di mana
deduktif adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengambil kesimpulan dari
kebenaran yang bersifat umum untuk diterapkan pada hal-hal yang bersifat
khusus. Contoh: semua binatang mempunyai mata. kambing mempunyai mata. Kambing adalah
binatang. Induktif adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengambil
kesimpulan dari dari kebenaran yang bersifat khusus untuk diterapkan kepada hal
yang bersifat umum. Contohnya: nokia merupakan sebuah merk handphone. Nokia
membutuhkan charger. Semua handphone membutuhkan charger.
Oleh:
Anton Wijaya antonewijaya.blogspot.com
Terimahkasih
telah membaca tulisan ini.
0 komentar:
Posting Komentar